Ulasan materi ceramah Prof. Dr. Dochak Latief
“Banyak dari kita yang mengerti seberapa besar kekuatan Al Qur’an yang Allah turunkan umat muslim yang ada dimuka bumi ini. Bahkan nama Al Qur’an yang kita kenal sebagai Asy Syifa (penyembuh) seringkali belum kita percaya akan kemujarabannya. Sudah kuatkah kita dalam mengimani Al Qur’an, sehingga mampu menjadikannya sebagai obat paling ampuh dalam menyembuhkan penyakit-penyakit yang ada. Namun jangan disalah artikan apa yang saya sampaikan barusan. Bukan berarti kita membenarkan tindakan yang dilakukan oleh beberapa kalangan, manakala menaruh botol berisikan air bening didepan orang-orang yang tengah membaca lantunan ayat suci Al Qur’an dan menganggap itu bakal menjadi satu-satunya obat yang mujarab dan juga penuh khasiat. Karena hal itu bukan saja akan menyeret kita dalam perilaku syirik, namun juga pembodohan umat dengan mencampuradukkan sunnah dengan cara-cara kefasikan.”
“Tidak dapat
dipungkiri bahwa kehidupan yang dilalui oleh setiap orang pasti memilki saat ia
bersemangat dalam memenuhi kewajiban atas keimanan yang diikrarkannya, namun
adapula saat dimana ia akan menemui penyakit hati yang menggerogoti keimanannya
sebagai seorang muslim. Karena memang sudah tabi’at keimanan menemui masa
ketangguhan saat ia sedang menguat, namun tak jarang pula mengalami penurunan
manakala ia melemah karena maksiat yang dilakukan baik dengan sengaja maupun tidak. Mungkin
kita pun menyadari bahwa banyak sekali potensi penyakit yang akan dialami
manusia, yang barangkali tak terdiagnosis bahkan oleh pengetahuan medis
sekalipun.
Sedikitnya
ada 8 potensi penyakit yang seringkali diidap oleh manusia, barangkali juga
termasuk kita. Yang pertama dan kedua adalah penyakit lemah semangat dan malas.
Dan barangkali itulah yang selama ini menjangkiti kita, bahkan untuk sekedar
mengawali rutinitas keseharian termasuk juga mungkin ketika kita diminta untuk
datang kepengajian ini. Yang berikutnya adalah keresahan hati serta rasa
gelisah yang memunculkan ketergesa-gesaan. Bisa jadi ini diakibatkan oleh banyak hal,
salah satunya ketidak siapan kita saat menghadapi masalah yang ada. Dada ini
sesak dengan ketakutan dan ketidak-tenangan karena tidak mampu menyerahkan
semuanya dalam ketawakkalan kepada Allah.
Penyakit
selanjutnya adalah sifat bakhil dan pengecut. Seringkali kita tak mengerti
bahwa ada hak orang lain dari harta yang kita miliki, dan kebakhilan menutupi
mata hati kita pada kepedulian terhadap lingkungan dimana kita berada. Dan
betapa menyulitkannya saat kita bekerja sama dengan orang yang memiliki jiwa
pengecut, tak ada manfaat darinya. Sedangkan dua penyakit berikutnya adalah
kegemaran berhutang dan hidup dibawah bayangan orang lain. Betapa merepotkannya
orang-orang semacam ini jika ada didekat kita, lagipula bukankah akan lebih
terhormat jika kita yang menjadi tempat berhutang dan pengayom bagi yang lain?
Untuk menjaga
kita serangan penyakit-penyakit di atas, Prof. Dr. Dochak Latief menuturkan ada
tiga benteng yang dapat digunakan oleh setiap muslim. Yaitu dengan merutinkan qiro’atul qur’an (membaca Al Qur’an), memperbanyak
dzikrullah (mengingat Allah), dan senantiasa
menumbuhkan kecintaan akan masjid hingga kita dapat benar-benar menemukan
ketenangan saat berada di dalamnya. Lagi-lagi itu hanya bisa bermanfaat jika
dibungkus keimanan dan kebersihan hati dalam diri seorang muslim.”
Ceramah tersebut
beliau akhiri dengan penjabaran tentang sifat-sifat dari hukum Islam. Yang
pertama adalah aktif, karena adanya
hukum Islam bukan sekedar untuk dipelajari namun juga untuk diamalkan secara
aplikatif dalam hidup seorang muslim. Sifat selanjutnya adalah kreatif, meskipun ia sudah ditetapkan
dalam satu garis yang lurus namun adakalanya perlu dilakukan tela’ah ulang dan
penyesuaian agar dapat melingkupi seluruh aspek yang ada dalam keseharian
seorang muslim. Dan tentu saja tetap ada koridor yang mengatur agar ia tak
“terkreasikan” dengan berlebihan dan justru mengarah pada hal-hal yang dilarang
oleh agama.
Sifat ketiga
adalah asimilasi. Hampir mirip dengan
poin sebelumnya, sifat ini juga mempersilakan kita untuk mempraktekkan
kebiasaan-kebiasaan yang dianggap lumrah, selama hal tersebut tidak melanggar
syariat yang telah ditetapkan. Dan sifat yang teakhir adalah toleransi, yang artinya tetap harus
dijaga rasa saling pengertian terhadap pilihan sikap yang diambil masing-masing
individu selama memang itu masih memiliki hujjah yang jelas dan tidak keluar
dari kaidah-kaidah yang diajarkan Rasulullah Muhammad saw. Wallahu a’lam bi shawab...
Tidak ada komentar:
Posting Komentar